Jumat (3/01) - DPRD Kabupaten Bantul menerima audiensi dan dengar pendapat mengenai pelaksanaan dalam melestarikan budaya melalui Paguyuban Panatacara Yogyakarta bersama dengan Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul. Jajaran Paguyuban Panatacara Yogyakarta (PPY) berserta jajaran dan Kepala Dinas Kebudayaan Bantul diterima dengan baik oleh pimpinan komisi A beserta jajaranya. Dalam audiensi tersebut, beberapa poin penting dibahas salah satunya mengenai program-program yang telah terlaksana antara PPY dan Dinas Kebudayaan Bantul dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satu topik yang menjadi sorotan utama adalah Program Pawiyatan Panatacara yang telah berjalan dengan baik di beberapa kalurahan budaya. Program ini mendapat apresiasi tinggi karena telah sukses mengangkat budaya lokal, terutama dalam hal bahasa dan sastra jawa serta program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam noto boso (menata bahasa) mengingat adanya kesalahan dalam penggunaan bahasa jawa yang sering ditemui di masyarakat. “Mungkin masih banyak ya tata bahasa yang salah kaprah itu yang menjadi keprihatinan kami juga”, Ujar pimpinan Paguyuban Panatacara Yogyakarta.
Paguyuban Panatacara Yogyakarta (PPY) juga mengusulkan agar program ini tidak hanya terbatas pada kalurahan rintisan budaya, tetapi juga dilaksanakan diseluruh kalurahan dengan durasi yang lebih singkat. Rencana dalam bidang bahasa dan sastra tidak hanya di khususkan untuk ritntisan kalurahan budaya namun dapat juga per-kalurahan walaupun nantinya terdapat beberapa syarat khusus. “Biasanya kalau dalam kalurahan rintisan budaya bisa 5-10 hari dilaksanakan kalau yang belum mungkin dilaksanakan maksimal 3 hari untuk pelaksanaan”, ujar Pimpinan PPY.
Paguyuban Panatacara Yogyakarta telah melakukan kerja sama dengan Dinas Kebudayaan Bantul dalam bidang bahasa dan sastra yang nantinya tidak hanya berfokus pada hal tersebut, tetapi juga berfokus pada bidang adat dan tradisi. PPY berharap lebih banyak perhatian terhadap anggaran untuk pagelaran budaya seperti dalam Upacara Panggih Ngayogyakarta, yang membutuhkan dukungan lebih, terutama dalam pemahaman mengenai prosesi adat yang masih minim dibeberapa kalangan.
Terkait dengan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 75 Tahun 2016 yang mengatur tentang pemakaian pakaian adat pada hari-hari tertentu, terdapat kekhawatiran bagi mereka baik di instansi pemerintahan maupun sekolah yang masih belum memahami dengan benar penggunaan busana adat. PPY berharap agar ada sosialisasi lebih intensif di sekolah-sekolah dan Lembaga pemerintahan agar masyarakat lebih paham mengenai penggunaan busana jawa yang sesuai.
Namun, dalam audiensi tersebut juga membahas mengenai masalah terkait keterbatsan dana dalam melaksanakan beberapa program-program kegiatan budaya. Menanggapi hal tersebut, Ketua Dinas Kebudayaan Bantul mengungkapkan bahwa pengurangan anggaran berdampak pada pelaksanaan berbagai program budaya, salah satunya program unggulan seperti Pawiyatan dan Tibak Gamelan yang kemungkinan akan di tiadakan. Kepala Dinas Kebudayaan Bantul juga menyampaikan bahwa terdapat kegiatan mandatory dari Dinas Kebudayaan DIY yang harus dilaksanakan. ”Terdapat beberapa kegiatan mandatory dari Dinas Kebudayaan DIY, seperti Festival ketoprak, Festival Bahasa dan Sastra, dan Festival Sendratari yang harus dilaksanakan yang mana kegiatan ini berada dalam tingkat DIY dan kegiatan tersebut tidak dapat dihilangkan”, ungkap Yanatun.
Atas usulan dan masukan dari berbagai pihak peserta rapat Ketua Komisi A menyarankan untuk melakukan penghematan dana untuk tetap dapat melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan program-program yang ada. “Ayo bareng-bareng kita semua untuk menggunakan dana yang ada dengan irit”, ungkap ketua komisi A.
Oleh karena itu, para peserta rapat bersepakat untuk mencari solusi, termasuk kemungkinan kelonggaran dalam pengelolaan kegiatan budaya, agar pelaksanaan program-program kebudayaan yang bersifat non-mandatory tidak terhambat. Dalam audiensi tersebut adanya keterbatasan dana untuk melaksanakan kegiatan diharapkan dapat di hemat untuk tetap bisa melaksanakan kegiatan yang bersifat mandatory maupun non-mandatory. Terkait dengan penggunaan dana istimewa yang tidak memakai APBD masih ada tantangan yang besar dalam mengelola budaya secara efektif. (SAAP, 2025)